KPU Kota Batam Bantah Tuduhan Pelanggaran TSM, Dalil dari Nuryanto-Hardi Tidak Jelas

Komisi Pemilihan Umum Kota Batam (Termohon) melalui kuasa hukumnya, Anjar Nawar Yusky Eko Prasetyo membantah adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dalam kontestasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwako) Batam sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon.

Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 169/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Senin (20/01/2025).

Sidang yang digelar di Panel 2 itu dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Agenda sidang ini adalah Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak.

Arya menjelaskan bahwa dalil Pemohon (Pasangan Nuryanto dan Hardi Slamet Hood) berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran yang bersifat TSM dalam kontestasi Pilwako Batam tidak jelas (obscuur).

Hal ini karena Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran TSM di seluruh kecamatan di Kota Batam, namun dalam petitumnya Pemohon hanya meminta untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 8 kecamatan. Terlebih, Arya menuturkan bahwa Pemohon tidak menyebutkan secara jelas terkait pelanggaran TSM tersebut terjadi di TPS mana.

“Permohonan Pemohon semakin rancu dan tidak jelas karena tidak menguraikan kenapa terhadap sebagian TPS atau sejumlah 1.436 TPS saja yang harus dilakukan pemungutan suara ulang? Padahal jelas menurut Pasal 135 A ayat (1) UU Pilkada yang dimaksud masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian,” ujar Arya.

Kemudian, Arya juga menjelaskan terkait dalil Pemohon berkenaan dengan pelanggaran TSM dalam bentuk keberpihakan/ketidaknetralan aparat pemerintah yang pada pokoknya menurut Arya Termohon bukanlah pihak yang memiliki kewenangan dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut karena hal tersebut merupakan kewenangan Bawaslu Kota Batam. Faktanya, Bawaslu Kota Batam tidak pernah menerbitkan rekomendasi atau putusan berkenaan dengan dalil Pemohon tersebut.

“Sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara hingga diterbitkannya Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Batam 2024 tidak ada rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi pemilihan perihal peristiwa yang dipersoalkan Pemohon,” ujar Arya.

Atas dasar hal tersebut, Arya membantah dalil Pemohon berkenaan dengan adanya pelanggaran-pelanggaran TSM dalam penyelenggaraan Pilwako Batam 2024 yang salah bentuknya adalah keberpihakan/ketidaknetralan aparat pemerintah. Sehingga, Termohon dalam petitumnya memohon kepada Mahkamah agar menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya serta menyatakan benar dan tetap berlaku Keputusan Termohon tentang Penetapan Hasil Pilwako Batam Batam 2024.

Komentar