Menggali Potensi Produk Tabungan Syariah Sebagai Instrumen Penghimpunan Dana yang Berkelanjutan

(Oleh: Siti Najihah Khoirunnisa, mahasiswi Universitas Tazkia, Fakultas Manajemen Bisnis Sya’riah)

 Pendahuluan

Di tengah dinamika perekonomian yang semakin kompleks, keberadaan lembaga keuangan syariah kian mendapatkan tempat di hati masyarakat. Salah satu produk unggulan dalam sistem perbankan syariah adalah tabungan syariah, yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana menyimpan uang, tetapi juga sebagai instrument penghimpunan dana berbasis prinsip keadilan dan keberkahan. Berbeda dengan sistem konvensional yang berbasis bunga, tabungan syariah menggunakan akad-akad syariah yang menjunjung tinggi prinsip transparansi dan kerja sama.

Produk tabungan syariah merupakan salah satu instrumen keuangan yang semakin berkembang di Indonesia, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah Islam. Produk ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana penghimpunan dana, tetapi juga sebagai alat untuk mendorong inklusi keuangan yang berkelanjutan dan berlandaskan nilai-nilai keadilan dan transparansi.

Mengenal Akad dalam Tabungan Syariah

Produk tabungan syariah biasanya mengunakan dua jenis akad, yaitu:

  1. Wadiah yad dhamanah – titipan yang dijamin, dimana bank bertanggung jawab menjaga dana nasabah dan diperbolehkan memanfaatkannya dengan syarat dana bisa diambil kapan saja.
  2. Mudharabah – kerja sama antara pemilik dana (صاحِبُ الْمَالِ) dan pengelola (مُضَارِب), dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang telah disepakati di awal.

Akad-akad ini bisa menjadi dasar pengelolaan dana yang mengharga kepercayaan dan menghindari riba.

Skema Penghimpunan Dana: Dari Surplus Ke Defisit Unit

Dalam praktiknya, bank syariah menghimpun dana dari unit surplus “nasabah yang menyimpan uang” dan menyalurkannya kepada unit defisit “nasabah pembiayaan” melalui skema profit-loss sharing atau PLS. contoh dari skemanya yaitu:

  • Nasabah menyimpan dana dengan akad mudharabah.
  • Bank sebagai mudharib mengelola dan atersebut untuk pembiayaan produktif.
  • Keuntungan dari pembiayaan dibagi antara bank dan nasabah.

Hal ini menciptakan siklus ekonomi yang sehat dan partisipatif, dimana nasabah ikut berkontribusi dalam pertumbuhan usaha.