Pemerintah RI tengah melakukan pemangkasan anggaran publik secara besar-besaran tahun ini melalui penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2025.
Kebijakan efisiensi anggaran 2025 ini boleh dibilang yang paling signifikan dari yang pernah dilakukan pemerintah pasca reformasi.
Berdasarkan regulasi yang baru diterbitkan itu, besaran anggaran yang akan dihemat sebesar Rp 300 triliun lebih atau tepatnya sebesar Rp306.695.177.42O.OOO.
Angka tersebut tentu tidaklah kecil. Sehingga, bisa dikatakan memiliki pengaruh dan dampak yang sangat signifikan terhadap pembangunan dan pelayanan publik.
Terlepas ada yang berusaha mengkritisi, tak sedikit yang menyambut dengan positif kebijakan efisiensi anggaran ini.
Setidaknya, bagi kelompok yang pro, melihat langkah ini sebagai bentuk penghematan yang amat penting di tengah gejolak dan ketidakpastian ekonomi global imbas perang dagang dunia yang dimotori Amerika Serikat dan Tiongkok.
Sementara, di saat bersamaan, presiden Prabowo Subianto juga memiliki ambisi yang sangat tinggi untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional dari 5 persen saat ini menjadi 8 persen.
Sehingga, semua variabel ini harus dibaca sebagai satu bagian integral dalam memaknai alasan di balik lahirnya beleid tersebut.
Namun demikian, langkah efisiensi anggaran ini bukan nirmasalah. Sebab, banyak dimensi pembangunan dan pelayanan sosial yang akan terkena dampak, termasuk tantangan survivalitas media sebagai penjaga arus informasi publik.
Dampak Pembangunan dan pelayanan publik
Dari semua dimensi pembangunan, infrastruktur adalah salah satu sektor yang paling terkena dampak akibat pengetatan anggaran ini.
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang fokus terhadap membangun proyek-proyek infrastruktur dilaporkan terimbas pemangkasan anggaran hingga mencapai 80% atau sekitar Rp81 triliun dari total pagu Rp110,95 triliun. Sehingga yang tersisa hanya Rp29,95 triliun.
Untuk menyebut beberapa sektor pembangunan yang sedang berjalan akan terkena dampak, di antaranya untuk Sektor Sumber Daya Air dengan alokasi dana sebesar Rp27,72 triliun, mencakup pembangunan 14 bendungan serta revitalisasi danau dan situ.
Lalu, ada juga pembangunan pengendalian banjir (19 km), pengamanan pantai (4,5 km), pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi seluas 38.550 hektare, Pembangunan prasarana air baku dengan kapasitas 1,25 meter kubik per detik hingga operasional infrastruktur dan program P3TGAI di 12.000 lokasi.
Pada sektor Bina Marga dengan total anggaran Rp24,83 triliun, misalnya beberapa jenis pembangunan juga terkena imbas mulai dari pembangunan jalan sepanjang 57 km juga peningkatan kapasitas dan perawatan jalan 1.102 km, pembangunan dan duplikasi jembatan sepanjang 5.841 meter, serta preservasi jembatan 12.000 meter, pembangunan flyover/underpass dan terowongan sepanjang 94 meter, pembangunan jalan tol sepanjang 7,36 km, preservasi rutin jalan (47.603 km) dan jembatan (563.402 meter) hingga program padat karya untuk 24.600 tenaga kerja.
Dampak yang tidak kalah penting juga terdapat pada sektor Cipta dan sektor Prasarana Strategis dengan total biaya sebesar 57 triliunan lebih.
Di samping itu, implikasi penghematan anggaran ini juga berdampak pada pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) juga mengalami efisiensi anggaran sebesar Rp4,8 triliun atau sekitar 75% dari anggaran semula Rp6,3 triliun.
Lantas, apa sejatinya alasan pemerintahan Prabowo-Gibran melakukan penghematan anggaran sedemikian besarnya?
Meskipun alasan secara komprehensif tidak begitu luas terpublikasikan, namun Presiden Prabowo dalam beberapa kesempatan berusaha menerangkan beberapa agenda kunci yang menjadi tujuan utama dilakukannya efisiensi anggaran ini.
Saat memberikan sambutan di Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, pada Senin, 10 Februari 2025, Prabowo menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur pendidikan adalah satu di antara tujuan dilakukannya penghematan ini.
Pasalnya, Prabowo ingin efisiensi anggaran dapat memperbaiki semua sekolah yang jumlahnya kurang lebih 330.000. Namun, anggaran untuk perbaikan sekolah selama ini hanya cukup untuk memperbaiki 20.000 sekolah.