Aktivis Monica Nathan menyebutkan Hotel Purajaya menjadi bukti gamblang bahwa panggung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) penuh teori halu, tapi kosong tindakan.
Pada Februari 2025 yang lalu, Komisi III DPR RI melalui Panja Mafia Tanah yang dipimpin Habiburokhman mengeluarkan rekomendasi tegas kepada pihak pemerintah/lembaga terkait untuk mengevaluasi pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya. Bahkan, kasus ini telah diarahkan ke Mahkamah Agung dan aparat penegak hukum untuk ditangani sesuai aturan.
“Panja sempat berkunjung ke Batam pada Juli 2025. Hasilnya? Kosong besar,” kata Monica dari Amerika. Senin (06/10).
Selain itu, Monica ini juga menyoroti revitalisasi dermaga Batu Ampar yang memakan uang negara sebanyak Rp 306 miliar.
“Proyek itu bocor, tujuh orang jadi tersangka, tapi pelabuhan tetap semrawut. Seharusnya Panja menekan habis. Siapa aktor utama? Bagaimana uang negara dikembalikan? Namun dalam rapat, yang dibicarakan hanya integrasi digital logistik. Blah-blah modernitas, sementara korupsi nyata dibiarkan menggantung,” tegasnya.
Monica juga mengatakan bahwa Rempang dijual sebagai Proyek Strategis Nasional dengan investor menyiapkan dana ganti rugi. Namun di perjalanan, dana itu tersunat oleh oknum terkait. Rakyat adat yang digusur hanya menerima sepersepuluh dari nilai tanah sebenarnya. Tidak heran, mereka berontak dan siap turun ke jalan.
“Ini bukan sekadar ganti rugi kecil, tapi penyelewengan terang-terangan. Tetapi Panja memilih bicara tata kelola di atas kertas, bukan ke mana uang kompensasi itu lenyap,” tuturnya.
Batam Center: Cantik di Atas, Retak di Bawah
Batam Center dipoles jadi etalase modern: mal, kantor, TOD, LRT masa depan. Namun di balik gemerlapnya mimpi, rakyat pesisir kehilangan ruang hidup. Hak asasi manusia terlindas.
Banyak proyek hanya berhenti di MoU. Gedung-gedung mangkrak jadi monumen janji palsu. Apakah Panja menyinggung realitas ini? Tidak. Yang dibahas hanya “potensi investasi baru,” seakan Batam steril dari masalah. Bau anyir mafia kembali tercium.
Panja: Teori Indah, Realitas Ditutup
Inilah benang merahnya:
- Hotel Purajaya: ada rekomendasi resmi DPR, tapi Panja berikutnya kena amnesia selektif.
- Batu Ampar: korupsi raksasa, tapi dalangnya tak disorot.
- Rempang: rakyat dirugikan, dana disunat, tanpa follow up.
- Batam Center: etalase mangkrak, tapi Panja sibuk jual mimpi masa depan.
Panja akhirnya hanyalah panggung kosong. Bicara panjang soal regulasi, tapi tidak nyambung dengan kasus nyata.
Akumulasi Kekecewaan
Rakyat Batam merasakan semua ini. Tokoh Melayu yang hotelnya dirobohkan. Masyarakat yang tanahnya dirampas. Kompensasi yang dipotong. Investor rasa broker dengan janji investasi mangkrak.
Kekecewaan itu terus menumpuk, mengeras, dan berbahaya. Rakyat bisa sabar, tapi tak akan selamanya diam ketika diinjak di tanah sendiri.
Penutup
Batam tidak kekurangan teori. Yang kurang adalah keberanian menyentuh realitas, menuntaskan kasus terbuka, dan berpihak pada rakyat.
Jika Panja terus sibuk dengan jargon high level tanpa menjawab pertanyaan yang sudah mereka rekomendasikan sendiri, sejarah akan mencatat:
“DPR bicara teori di Senayan, yang pada akhirnya rakyat bersatu memperjuangkan nasib di tanah sendiri.”
Timeline Hotel Purajaya :
- 26–27 Feb 2025: RDPU → rekomendasi soal Purajaya.
- Juli 2025: Kunker Panja ke Batam → hasil kosong.
- Okt 2025: Rapat Panja → penuh teori, kasus riil tetap kosong.
Sumber : Monica Nathan
Editor : Red.

